Educatrip.com – Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Suharto menepis adanya anggapan intervensi yang terjadi dalam proses peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming. Suharto menegaskan bahwa hakim yang terlibat dalam perkara tersebut harus merdeka dan mandiri serta terbebas dari segala bentuk intervensi.
“Hakim harus merdeka dan mandiri,” ujar Suharto pada Selasa (27/8/2024).
Terungkap bahwa Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Greafik Lioserte telah meminta Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan PK yang diajukan oleh mantan Bendahara Umum PBNU dan Ketua DPD PDIP Kalsel tersebut. Dalam permohonan PK tersebut, Mardani H Maming menggunakan dalil bahwa majelis hakim telah mengalami kekhilafan terkait dengan putusan kasus korupsi IUP Tanah Bumbu pada periode 2014-2020 yang merugikan negara sebesar Rp104,3 miliar.
“Kami menyimpulkan bahwa tidak ada alasan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa putusan hakim telah mengalami kekhilafan. Hal ini berlaku untuk putusan majelis pada tingkat pertama, banding, maupun kasasi,” ungkap Greafik.
Terlepas dari itu, proses PK Mardani H Maming telah terdaftar dengan nomor surat 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004 dan telah dimulai sejak 6 Juni 2024 di Mahkamah Agung (MA). Diketahui bahwa peninjauan kembali atau PK yang diajukan oleh mantan Bupati Tanah Bumbu ini dilakukan oleh kuasa hukumnya, Abdul Qodir, seperti yang terlihat dari ikhtisar proses perkara di laman Mahkamah Agung.
Ikhtisar proses perkara juga mengungkap bahwa Majelis Hakim yang menangani peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming terdiri dari Ketua Majelis Sunarto, Anggota Majelis 1 H Ansori, dan Anggota Majelis 2 PRIM Haryadi. Sementara itu, Panitera Pengganti yang bertugas dalam proses PK Mardani H Maming adalah Dodik Setyo Wijayanto.
Menurut kutipan yang tertera pada ikhtisar proses perkara, Ketua Majelis Sunarto, Anggota Majelis 1 H Ansori, dan Anggota Majelis 2 PRIM Haryadi. Sementara itu, Panitera Pengganti yang bertugas adalah Dodik Setyo Wijayanto.