Menjadi Kisah Menegangkan Saat Timtim Lepas dari Indonesia

Hafsha Kamilatunnisa

Timtim yang telah lama dikenal sebagai provinsi Indonesia, akhirnya memutuskan untuk melepaskan diri. Namun, prosesnya tidak berjalan mulus seperti yang direncanakan.

Jenderal Kopassus yang sejak awal memantau situasi di Timtim, kaget ketika melihat kedua kubu saling bunuh. Suasana mencekam pun terjadi di Timtim.

Tidak ada yang menyangka bahwa Timtim yang selama ini dikenal sebagai provinsi yang tenang, akan berubah menjadi medan pertempuran. Jenderal Kopassus pun harus segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi yang semakin memanas.

Saat ini, Timtim masih berada dalam keadaan kacau dan belum ada tanda-tanda penyelesaian yang jelas. Jenderal Kopassus dan timnya terus berupaya untuk mencari solusi terbaik agar Timtim dapat kembali ke keadaan yang aman dan damai.

Presiden Habibie menilai keputusan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap rakyat Timtim yang selama ini dianggap sebagai anak tiri. Namun, keputusan ini juga diambil karena adanya tekanan dari pihak luar seperti Amerika Serikat dan Australia yang terus menerus mendesak agar Timtim merdeka.

Keputusan Presiden Habibie yang terkesan terburu-buru dan tidak dipikirkan secara matang, membuat banyak pihak menilai bahwa Indonesia kehilangan bagian wilayahnya tanpa perang. Namun, bagi rakyat Timtim yang telah lama mendambakan kemerdekaan, keputusan ini merupakan kebahagiaan yang luar biasa.

Educatrip.com – Jakarta, Timor Timur yang kini telah merdeka dan menjadi negara sendiri dengan nama Timor Leste dulunya adalah bagian dari wilayah Indonesia. Namun, perpisahan provinsi ke-27 dari Indonesia masih meninggalkan kesedihan yang mendalam. Bukan hanya bagi penduduk setempat yang harus meninggalkan tanah kelahirannya, tetapi juga bagi para prajurit TNI-Polri yang pernah bertugas di sana. Terutama bagi keluarga mereka yang gugur saat Timor Timur menjadi bagian dari NKRI.

Letjen TNI (Purn) J. Suryo Prabowo yang juga mantan Wakil Gubernur Timor Timur menjadi saksi sejarah peristiwa yang terjadi di daerah tersebut. Aksi penculikan, perusakan, penembakan, dan pembunuhan antara kedua kubu yang berseberangan, yaitu kubu pro integrasi Indonesia dan pro kemerdekaan yang mendukung Falintil hampir setiap hari terjadi di Timor Timur.

Ketidakmampuan Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan TNI-Polri untuk memberikan jaminan keamanan, ditambah dengan kehadiran United Nations Assessment Mission on East Timor (UNAMET) yang tidak netral dan berpihak pada kubu pro kemerdekaan, membuat situasi semakin tidak kondusif.

Situasi politik nasional di Indonesia yang sedang euforia terhadap Reformasi, membuat Presiden BJ Habibie saat itu memutuskan untuk memberikan opsi referendum bagi rakyat Timor Timur. Pada 11 Februari 1999, saat menghadiri acara Munas Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Presiden Habibie menegaskan bahwa Timor Timur akan merdeka mulai 1 Januari 2000 agar tidak lagi menjadi beban bagi Indonesia.

Presiden Habibie mengambil keputusan ini sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyat Timor Timur yang selama ini dianggap sebagai anak tiri. Namun, keputusan ini juga diambil karena adanya tekanan dari pihak luar seperti Amerika Serikat dan Australia yang terus menerus mendesak agar Timor Timur merdeka.

Meskipun banyak pihak menilai bahwa Indonesia kehilangan wilayahnya tanpa perang karena keputusan Presiden Habibie yang terkesan terburu-buru dan tidak dipikirkan secara matang, bagi rakyat Timor Timur yang telah lama mendambakan kemerdekaan, keputusan ini merupakan kebahagiaan yang luar biasa.

Leave a Comment