Educatrip.com – Jakarta, Gangguan jantung merupakan penyakit urutan kedua penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa sekitar 2.784.064 orang di Indonesia menderita penyakit jantung. Untuk mengatasi masalah ini, para ahli kesehatan mengembangkan inovasi bedah jantung minimal invasif yang dilakukan melalui satu atau lebih sayatan kecil di tubuh.
Menurut Spesialis Bedah Toraks dan Kardiak Vaskular, Subspesialis Bedah Jantung Dewasa dari Heart & Vascular Center Bethsaida Hospital, dr. Wirya Ayu Graha, Sp.BTKV, Subsp. JD, prosedur bedah ini memberikan banyak manfaat bagi pasien. Selain mengurangi risiko infeksi dan nyeri pascaoperasi, teknik ini juga mempercepat waktu pemulihan dan mendukung kualitas hidup pasien setelah operasi.
“Pendekatan minimal invasif memungkinkan kami untuk memberikan perawatan yang lebih optimal dan mendukung kualitas hidup pasien setelah operasi. Selain itu, pasien juga bisa lebih cepat kembali bekerja,” ungkap dr. Wirya.
Prosedur operasi jantung minimal invasif biasanya memakan waktu sekitar tiga hingga lima jam. Selama operasi, ahli bedah akan membuat sayatan kecil di sisi dada dan menggunakan instrumen operasi khusus untuk mencapai jantung pasien. Setelah operasi selesai, sayatan ditutup dengan jahitan.
“Dengan teknik bedah yang lebih canggih ini, pasien tidak hanya mendapatkan hasil operasi yang memuaskan, tetapi juga dapat segera kembali beraktivitas normal. Proses pemulihan yang lebih cepat memungkinkan pasien untuk lebih cepat kembali ke kehidupan sehari-hari tanpa harus khawatir tentang komplikasi jangka panjang,” tutur Direktur Bethsaida Hospital, dr. Pitono.
Dengan adanya inovasi ini, diharapkan dapat memberikan alternatif penanganan yang lebih aman, nyaman, dan efisien bagi pasien yang memerlukan operasi jantung. Selain itu, para ahli berharap bahwa teknik ini dapat semakin banyak digunakan di Indonesia untuk membantu mengurangi angka kematian akibat penyakit jantung.