Educatrip.com – Jakarta- Staf Khusus Menteri Keuangan RI EKONOMI APBD adalah instrumen utama bagi pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Namun, sebagian besar alokasi APBD saat ini masih lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai daripada untuk kegiatan pembangunan yang diinginkan masyarakat. Ketergantungan pada belanja rutin, seperti gaji dan tunjangan pegawai, membuat ruang fiskal yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, dan pengembangan ekonomi daerah menjadi sangat terbatas. Hal ini menghambat inisiatif strategis untuk pengembangan wilayah.
Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar dana transfer dari pemerintah pusat, seperti DAU, DAK, DBH, dan DD, telah ditentukan penggunaannya. Hal ini membatasi fleksibilitas pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan dan prioritas lokal. Akibatnya, seringkali terjadi keluhan tentang kekurangan anggaran untuk program-program yang dianggap penting oleh pemerintah daerah.
Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan fiskal pemerintah adalah dengan memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penguatan PAD menjadi suatu keharusan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah. Sumber pendapatan ini lebih fleksibel penggunaannya daripada dana transfer dari pemerintah pusat. Dengan memaksimalkan sumber-sumber PAD, pemerintah daerah dapat memiliki lebih banyak keleluasaan dalam merancang dan melaksanakan program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerahnya. Pajak daerah, retribusi, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah contoh sumber-sumber PAD yang dapat digunakan secara fleksibel sesuai kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat menggunakan PADnya untuk mendanai berbagai program pembangunan yang bersifat strategis dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Namun, meningkatkan PAD bukanlah tugas yang mudah dan masih banyak daerah yang belum mampu dan memiliki potensi sumber daya ekonomi yang memadai untuk meningkatkan PAD secara signifikan.
Tantangan dan Peluang Pajak Daerah dalam Kerangka UU HKPD
Salah satu pilar utama dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) adalah peningkatan kemampuan pajak daerah atau local taxing power. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat kemandirian fiskal pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu langkah konkret yang diatur dalam UU tersebut adalah perubahan proporsi bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dari sebelumnya 70:30 menjadi 30:70 untuk provinsi dan kabupaten/kota. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah dan memberikan insentif bagi pemerintah daerah untuk lebih proaktif dalam menggali potensi pajak lokal.
Sebelumnya, sebagian besar penerimaan PKB nasional didistribusikan dengan proporsi 70% untuk pemerintah provinsi dan 30% untuk kabupaten/kota. Namun, dengan adanya perubahan kebijakan, diharapkan kabupaten/kota akan lebih termotivasi untuk meningkatkan penerimaan PKB dengan berbagai upaya, seperti memperbaiki sistem penagihan pajak, meningkatkan pelayanan wajib pajak, dan mencegah kebocoran pajak.