educatrip.net – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah berusaha menerapkan kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa merek melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Namun, rencana ini mendapat banyak kritik dan penolakan dari berbagai pihak. Regulasi yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) ini dinilai berisiko merugikan konsumen dan produsen.
Praktisi pemasaran sekaligus Managing Partner Inventure, Yuswohady, menilai bahwa kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan menghilangkan diferensiasi yang selama ini dibangun oleh produsen di industri tembakau. Menurutnya, diferensiasi tersebut merupakan hasil investasi yang telah dilakukan selama puluhan hingga ratusan tahun untuk membangun kekuatan dan reputasi merek mereka.
“Tujuan dari merek adalah untuk membedakan produk satu dengan yang lainnya. Tanpa merek, konsumen akan kesulitan menilai kualitas produk,” ujar Yuswohady, dikutip pada Selasa (12/11/2024).
Bagi konsumen, hilangnya identitas merek pada kemasan rokok dapat mengurangi hak mereka untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai kualitas dan reputasi produk. Dengan kemasan tanpa identitas merek, konsumen tidak akan tahu merek mana yang telah terbukti memberikan kualitas yang tinggi dan mana yang hanya merupakan produk abal-abal atau ilegal.
“Kebijakan ini berisiko membingungkan konsumen di pasar. Di mana produk murah dan berisiko tinggi mungkin lebih mudah diterima karena tidak ada pembeda yang jelas,” tuturnya.
Dari sudut pandang produsen, kebijakan ini juga dapat merugikan secara finansial. Investasi yang telah digelontorkan untuk membangun merek dan reputasi dapat hangus dalam sekejap. Yuswohady menegaskan bahwa kekuatan sebuah merek biasanya terletak pada nilai atau value yang dibawanya. “Ketika identitas merek dihilangkan, nilai tersebut juga hilang,” terangnya.
Selain itu, dampak penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga dapat meluas pada sektor perekonomian, terutama bagi pedagang kecil yang bergantung pada penjualan rokok. Dari sisi ekonomi, kebijakan ini berisiko memunculkan brand-brand palsu atau murah yang tidak terkontrol kualitasnya.
Pedagang kecil yang biasa menjual rokok dengan merek terkenal kemungkinan akan mengalami penurunan omzet, karena konsumen mungkin lebih memilih produk murah tanpa merek yang beredar di pasar gelap. Menghadapi situasi ini, Yuswohady menyarankan agar pemerintah dapat menimbang kembali kebijakan yang akan disahkan serta mengkaji lebih dalam dampak yang akan ditimbulkan. Dia menilai dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga harus dipertimbangkan.
“Pengaturan ini perlu diimbangi agar tidak merugikan banyak pihak,” pungkasnya.