educatrip.net – Pilkada Serentak 2024 akan segera digelar pada Rabu (27/11/2024) besok. Seperti Pilpres 2024, berbagai dinamika demokrasi tengah terjadi di masyarakat menjelang Pilkada. Selain kampanye positif, narasi khilafah juga mulai tersebar sebagai alternatif solusi bernegara di Indonesia.
Menurut Pakar Komunikasi Politik Hendri Satrio, gaung narasi khilafah yang tersebar di media sosial saat ini tidak sebesar sebelumnya. Namun, langkah-langkah inkonstitusional tersebut tidak seharusnya dilakukan karena jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila.
“Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin memahami bahwa Pancasila adalah dasar negara yang harus diimplementasikan, sementara khilafah tidak sesuai dengan kehidupan bernegara di Indonesia,” ujar Hendri seperti dilansir oleh redaksi educatrip.net, Selasa (26/11/2024).
Hendri, yang akrab disapa Hensat, juga menambahkan bahwa narasi khilafah yang kembali bermunculan di media sosial biasanya menargetkan golongan masyarakat tertentu. Menurutnya, golongan masyarakat yang rentan disusupi propaganda radikal seperti ini adalah mereka yang belum sepenuhnya memahami kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila.
“Oleh karena itu, pemerintah memiliki tugas besar untuk terus menggaungkan kehidupan berdasarkan Pancasila. Pemerintah juga perlu melibatkan tokoh agama dan ulama untuk menyadarkan kelompok masyarakat yang masih menginginkan kehadiran khilafah di Indonesia bahwa hal tersebut harus diubah. Peran ulama dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya kehidupan berdasarkan Pancasila sangatlah penting, sehingga pengaruh narasi khilafah dapat berkurang dan akhirnya tidak ada lagi,” paparnya.
Hensat juga menilai bahwa penggunaan instrumen agama dalam politik bukanlah hal baru. Di Indonesia, hal ini masih mendapatkan tempat di beberapa golongan masyarakat karena semangat agama yang kuat namun kurang didukung oleh literasi agama yang memadai. Hal ini menyebabkan pemahaman agama hanya sebatas tekstual tanpa mampu memahami maksud dan tujuan dari suatu dalil keagamaan.
Menurut Hensat, konsep moderasi beragama yang diusung oleh Pemerintah Indonesia adalah cara yang efektif untuk menjembatani perbedaan masyarakat Indonesia. Moderasi beragama berarti saling menghormati agama lain dan toleransi terhadap ajaran-ajarannya, namun tetap berdasarkan Pancasila, terutama sila pertama yaitu ketuhanan yang Maha Esa.
“Tanpa adanya kesadaran untuk menerapkan moderasi beragama, sulit bagi Indonesia yang beragam suku, bangsa, dan agama untuk dipertahankan. Maka dari itu, moderasi beragama adalah hal utama yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia,” jelas akademisi Universitas Paramadina ini.
Ia juga mengungkapkan bahwa narasi dan propaganda ideologi transnasional seperti seruan khilafah dapat mendapatkan tempat karena masih ada ketimpangan sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat. Untuk menghilangkan propaganda yang merusak stabilitas nasional, cara yang paling efektif adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
“Kesejahteraan masyarakat adalah kunci utama dalam mengatasi berbagai permasalahan. Terkait dengan penyelenggaraan Pilkada yang demokratis dan efektif, rendahnya tingkat kesejahteraan dan pendidikan masyarakat menjadi pintu masuk mudahnya politisasi agama terhadap kelas ekonomi menengah ke bawah,” ungkapnya.
Hensat berharap bahwa Pilkada 2024 dapat menjadi tolok ukur praktik demokrasi yang sesuai dengan peraturan yang ada. Ia juga berharap bahwa keputusan yang diambil oleh masing-masing individu dalam menentukan pilihannya tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak diperbolehkan dalam peraturan pemilu.
“Semoga Pilkada 2024 dapat berjalan dengan baik. KPU dan Bawaslu harus menjalankan tugasnya dengan baik sehingga calon-calon yang terpilih adalah pilihan rakyat, bukan pilihan yang dipaksakan oleh kelompok tertentu. Semoga calon terbaiklah yang menang dan dapat menjadi pemimpin yang sukses di daerah tersebut,” tutupnya.