MK Hapus Presidential Threshold, Bahlil: Jangan Dibuat Memperlemah Tempat Presidensial

Bahjah Jamilah

MK Hapus Presidential Threshold, Bahlil: Jangan Dibuat Memperlemah Tempat Presidensial

Educatrip.net – JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengungkap ucapan menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penghapusan ambang batas minimal calon presiden juga delegasi presiden atau presidential threshold.

Bahlil mengaku, pihaknya tetap memperlihatkan menghargai apa yang mana menjadi putusan MK masalah ambang batas pencalonan partisipan pemilu. Namun, Golkar belum memutuskan langkah urusan politik selanjutnya menyikapi putusan tetsebut.

“Sekalipun memang sebenarnya kami sendiri belum membaca secara detail. Tetapi, kita harus juga betul-betul mengamati bahwa sistem demokrasi kita ini juga jangan dibuat memperlemah sikap presidensial. Nah, ini yang dimaksud kita lihat semata sekarang,” kata Bahlil di tempat Kantor Kementerian ESDM, Hari Jumat (3/1/2025).

Bahlil menegaskan, Partai Golkar akan segera mengambil langkah untuk menyikapi hasil putusan MK tersebut. Namun, masih enggan untuk diungkapkan secara dini bagaimana langkah partai pohon beringin itu selanjutnya.

“Tapi apa pun yang tersebut diputuskan oleh MK, ya kita hargai. Karena kan final. Saya baca, kami baca dulu tindakan Mahkamah Konstitusi. Begitu pasca kami baca, kami pelajari. Baru kemudian kita akan merumuskan langkah apa yang harus dilakukan,” tambahnya.

Sebelumnya, sidang Pengucapan Putusan ini dilakukan pada Kamis, 2 Januari 2025 dalam Ruang Sidang Pleno MK. Mahkamah menilai, pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden kemudian duta presiden adalah dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta tak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Diketahui, Perkara Nomor 62PUU-XXI/2023 diajukan oleh Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, Pemohon menyatakan pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, melanggar batas open legal policy kemudian bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon juga menyatakan Presidential Threshold pada pasal 222 bertentangan dengan moralitas demokrasi.

Adapun norma yang dimaksud diujikan oleh para pemohon adalah Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang tersebut menyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai kebijakan pemerintah atau gabungan partai urusan politik partisipan pemilihan umum yang tersebut memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah agregat kursi DPR atau memperoleh 25% dari ucapan sah secara nasional pada pemilihan anggota DPR sebelumnya.

Leave a Comment