Presidential Threshold Dihapus, Begini Respons Parpol

Bahjah Jamilah

Presidential Threshold Dihapus, Begini Respons Parpol

Educatrip.net – JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan mengenai persyaratan ambang batas pencalonan presiden juga duta presiden ( presidential threshold ). Sejumlah partai urusan politik ( parpol ) pun merespons putusan tersebut.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo pada sidang pengucapan putusan di area Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Adapun norma yang tersebut diujikan oleh para Pemohon adalah Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ( Pemilihan Umum ), yang digunakan menyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai urusan politik atau gabungan partai kebijakan pemerintah partisipan pemilihan umum yang digunakan memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari total kursi DPR atau memperoleh 25% dari ucapan sah secara nasional pada Pemilihan Umum anggota DPR sebelumnya.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kemudian bukan mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.

“Memerintahkan pemuatan Putusan ini di Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” lanjutnya.

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan oleh empat orang peserta didik Fakultas Syariah juga Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk. Para Pemohon mendalilkan prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya presidential threshold. Hal ini memunculkan penyimpangan pada prinsip “one value” oleh sebab itu nilai ucapan tidaklah selalu memiliki bobot yang tersebut sama.

Idealnya, menurut para Pemohon, nilai kata-kata seharusnya mengikuti periode pemilihan yang dimaksud bersangkutan. Namun, di tindakan hukum presidential threshold, nilai kata-kata digunakan untuk dua periode pemilihan, yang digunakan dapat mengarah pada distorsi representasi pada sistem demokrasi. Oleh sebab itu, hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan atau penyimpangan pada prinsip asas periodik, nilai pendapat seharusnya mengikuti setiap periode pemilihan secara proporsional.

Dikutip dari laman MK , dalil mengenai uji materiil ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan juga duta presiden (presidential threshold) juga diajukan di tiga perkara lainnya, yakni Perkara Nomor 129/PUU-XXI/2023 yang digunakan diajukan oleh Gugum Ridho Putra. Kemudian, Perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh empat dosen, antara lain Mantan Ketua Bawaslu Muhammad, Dian Fitri Sabrina, S Muchtadin Al Attas, dan juga Muhammad Saad. Selain itu, Perkara Nomor 101/PUU-XXII/2024 yang dimaksud diajukan oleh Yayasan Jaringan Demokrasi dan juga pemilihan raya Berintegritas (Netgrit) yang tersebut diwakili Hadar Nafis Gumay juga perorangan Titi Anggraini.

Respons 6 Parpol

1. PDIP

Juru Bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Chico Hakim menghormati putusan MK tersebut. “Tentu kita harus menghormati putusan MK yang dimaksud final lalu binding sifatnya. Namun tentu ada beberapa catatan terkait dengan sampai adanya threshold 20% sebelum ini tentunya adalah kesepakatan dari fraksi-fraksi juga partai kebijakan pemerintah yang digunakan ada dalam parlemen lalu tentu sejumlah pertimbangan untuk mengapa sehingga mencapai threshold 20 persen,” jelas Chico pada keterangannya, diambil hari terakhir pekan (3/1/2025).

Menurutnya, banyaknya alternatif pilihan calon baik untuk demokrasi. Tetapi, ia menilai, penjaringan calon presiden penting dilakukan. “Karena tentu padahal alternatif pilihan dan juga ketersediaan pilihan yang sejumlah itu juga baik untuk demokrasi, namun tentu penjaringannya juga penting. Dalam artian supaya tidak ada terlalu bebas sehingga tidak ada ada penjaringan ideologi misalnya kemudian hal-hal yang dimaksud sifatnya untuk non-teknis lain,” ucap Chico.

Leave a Comment