Industri Otomotif Terkapar, Dihantam PPN 12% lalu Penyusutan KelasMenengah

Askanah Ratifah

Industri Otomotif Terkapar, Dihantam PPN 12% lalu Penyusutan KelasMenengah

Educatrip.net – JAKARTA – Kementerian Pertambangan (Kemenperin) menyampaikan usulan tambahan insentif untuk menyokong keberlanjutan sektor otomotif pada berada dalam tantangan berat yang digunakan diprediksi terus berlanjut pada 2025. Langkah ini diambil untuk mengatasi dampak kebijakan pajak yang meningkatkan nilai kendaraan bermotor dan juga melemahnya daya beli masyarakat.

Tantangan Utama Industri Otomotif

Industri otomotif mengalami kontraksi signifikan pada 2024, dengan penurunan bursa sebesar 13,9%, menyisakan total pelanggan sebanyak 865.723 unit.

Angka ini lebih banyak rendah dibandingkan tren pangsa yang dimaksud selama satu dekade terakhir stagnan dalam kisaran 1 jt unit per tahun. Faktor utama penurunan ini mencakup kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB), lalu bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang mana meningkatkan tarif kendaraan.

Selain itu, jumlah keseluruhan kelas menengah yang tersebut menjadi kelompok konsumen utama kendaraan bermotor juga mengalami penurunan signifikan. Pada 2019, jumlah total kelas menengah di tempat Indonesia tercatat sebanyak 57 juta, namun bilangan bulat ini merosot menjadi cuma 47,85 jt pada 2024. Penurunan ini turut mengurangi kekuatan daya beli masyarakat, yang tersebut berdampak secara langsung pada pemasaran kendaraan bermotor.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan juga Elektronika Kemenperin, Setia Darta, menyatakan bahwa kontraksi ini juga dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga kredit kendaraan bermotor. “Pada 2024, bidang otomotif mengalami kontraksi sebesar 16,2%. Tantangan ini diperparah oleh kebijakan kenaikan PPN, opsen PKB, lalu BBNKB yang mana menyebabkan nilai kendaraan semakin mahal dalam pangsa domestik,” jelas Setia Darta di keterangannya dalam Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Strategi Kemenperin untuk Menyokong Industri Otomotif

Sebagai upaya untuk mengatasi penurunan pasar, Kemenperin telah terjadi mengajukan beberapa usulan insentif, di tempat antaranya:

– PPnBM Ditanggung eksekutif (DTP) sebesar 3% untuk kendaraan hybrid, termasuk plug-in hybrid (PHEV), full hybrid, lalu mild hybrid.

– PPN DTP sebesar 10% untuk kendaraan listrik (EV) guna mempercepat adopsi kendaraan ramah lingkungan.

– Relaksasi opsen PKB serta BBNKB berbentuk penundaan atau keringanan, yang diharapkan dapat menekan kenaikan nilai tukar kendaraan di area pasar.

Saat ini, sebanyak 25 provinsi telah dilakukan menerbitkan regulasi terkait relaksasi opsen PKB lalu BBNKB untuk membantu bidang otomotif. “Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dampak nyata terhadap keberlanjutan lapangan usaha otomotif nasional kemudian menjaga daya saingnya di area pangsa domestik maupun global,” tambah Setia Darta.

Efek Insentif terhadap Pasar

Menurut Kemenperin, implementasi insentif tambahan dapat menyelamatkan bursa otomotif Indonesia dengan estimasi pelanggan yang dimaksud kembali mendekati 900 ribu unit pada 2025. Sebaliknya, tanpa dukungan insentif, penurunan bursa berpotensi berlanjut, memperburuk situasi yang digunakan telah terjadi berlangsung sejak awal 2024.

Penurunan tajam ini memerlukan perhatian penting dikarenakan sumbangan sektor otomotif terhadap perekonomian nasional cukup besar. Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Otomotif Indonesia (GAIKINDO), sektor ini menyumbang lebih tinggi dari 10% terhadap Pendapatan Domestik Bruto sektor manufaktur juga menciptakan lapangan kerja bagi jutaan pekerja di dalam seluruh rantai pasok industri.

Insentif yang dimaksud Telah Diberikan: Efektivitas kemudian Tantangan

Hingga kini, pemerintah sudah merilis diskon pajak jualan melawan barang mewah (PPnBM) sebesar 3% untuk kendaraan hybrid. Namun, insentif ini dinilai belum cukup untuk menggenjot pemasaran mobil secara signifikan.

Data menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan harga jual pada kendaraan tertentu, pangsa secara keseluruhan tetap saja lesu akibat daya beli publik yang dimaksud menurun.

Leave a Comment