Educatrip.net – CHINA – GM mempunyai sejarah panjang dalam Tiongkok. Pada 1924, Pu Yi, Kaisar terakhir China, mengimpor dua mobil Buick ke Perkotaan Terlarang pada Beijing. Sejak ketika itu, Buick menjadi merek favorit kalangan kebijakan pemerintah kemudian kegiatan bisnis di tempat Tiongkok. Pada era 1930-an, satu dari enam mobil di area Tiongkok adalah Buick.
Namun, setelahnya Partai Komunis mengambil alih kekuasaan pada 1949, GM dikeluarkan dari pangsa China. Baru pada 1997, GM kembali masuk ke Tiongkok dengan menjalin kemitraan dengan SAIC Motor, serta mulai memproduksi mobil di area negara yang dimaksud pada 1999.
Buick kembali menjadi favorit di tempat Tiongkok, bahkan hingga tahun 2000-an, 80% dari seluruh produksi Buick global dijual dalam negara ini. Ketika GM mengalami krisis keuangan akibat resesi 2008, merek Buick tetap saja bertahan berkat permintaan yang tersebut tinggi dari konsumen Tiongkok.
Selain bekerja serupa dengan SAIC Motor, GM juga memiliki saham di kemitraan dengan Wuling Motors, yang digunakan fokus pada produksi mobil listrik ultra-kompak yang tersebut terjangkau.
Namun, kesuksesan GM di dalam Tiongkok mulai meredup. Pada 2017, GM mengirimkan 4,04 jt kendaraan di dalam negara itu, tetapi pada 2024, bilangan yang disebutkan anjlok menjadi semata-mata 1,8 jt unit. Penyebabnya? Ledakan pangsa kendaraan listrik yang mana melampaui kemampuan GM untuk beradaptasi.
China Memimpin Revolusi Kendaraan Listrik
Pada 2019, Tesla membuka pabriknya dalam Shanghai, menjadi perusahaan otomotif asing pertama yang mana memiliki pabrik sendiri di tempat China. Pengguna China dengan cepat beralih ke kendaraan listrik dan juga pada 2024, BYD berhasil berjualan 4,3 jt kendaraan listrik, melampaui Honda dan juga Ford.
Bahkan Xiaomi, yang dimaksud lebih besar dikenal sebagai produsen smartphone, berhasil memasarkan 140.000 unit kendaraan listrik pada setahun pasca meluncurkan model pertamanya.
Menurut Financial Times, pada 2025, transaksi jual beli kendaraan listrik pada China akan melampaui kendaraan berbahan bakar bensin.
GM menghadapi tantangan berat di dalam Tiongkok. Persaingan tarif semakin sengit, serta produsen mobil tradisional seperti GM kemudian SAIC Motor terjebak di kontrak dengan pemasok lama yang meningkatkan biaya produksi. Mobil GM juga kalah pada fasilitas teknologi digital dibandingkan dengan mobil listrik buatan Tiongkok.
Menurut Eugene Hsiao, analis otomotif dari Macquarie, “GM memang benar menawarkan kendaraan listrik, tetapi apakah mereka bisa saja bersaing dengan BYD atau Geely? Jawabannya, pada waktu ini, adalah tidak.”
Pemain Lama Kalah dari Pemain Baru
GM tidak satu-satunya yang digunakan kalah di pertempuran ini. Perusahaan otomotif seperti Honda, Nissan, juga Mitsubishi telah lama menghentikan produksi dalam beberapa pabrik di area Tiongkok oleh sebab itu tidaklah mampu bersaing. Sementara itu, Volkswagen juga Stellantis justru mencari mitra lokal untuk meningkatkan teknologi kendaraan listrik mereka.
Para pejabat lalu eksekutif Barat menyalahkan kebijakan subsidi besar-besaran dari pemerintah Tiongkok yang mana dianggap menyebabkan “kelebihan kapasitas produksi”. Namun, menurut Christopher Beddor, Wakil Direktur Investigasi Tiongkok di dalam Gavekal, “Pasar kendaraan listrik dalam Tiongkok memang sebenarnya dibantu oleh subsidi pada awalnya, tetapi sekarang telah terjadi meningkat secara mandiri.”
Dampak Terhadap Bisnis Global GM
Meskipun menghadapi kesulitan besar dalam Tiongkok, usaha GM secara keseluruhan masih stabil. Pada tahun 2024, GM mencatatkan pendapatan $140 miliar (sekitar Rp2.200 triliun), meningkat 8% dibandingkan tahun sebelumnya. Profit juga naik tambahan dari 10%. GM tetap saja menjadi pemimpin pangsa di tempat Negeri Paman Sam dengan total pemasaran 2,7 jt kendaraan.
Investor juga bukan terlalu khawatir dengan kesulitan GM di area Tiongkok. Harga saham GM naik 50% sepanjang 2024, berkat acara pembelian kembali saham kemudian kinerja keuangan yang tersebut lebih tinggi baikdariperkiraan.